Perkenalakan aq Andi (nama samaran) usia 30 thn, wni keturunan cina-manado, tinggal di kota Semarang. Aq bekerja di pengelolaan gedung mall yang cukup besar di kota ini.
Ditempat ini, aq tak hanya dikenal sebagai salah satu staf perusahaan,
tapi juga orang mengenal aq sebagai ‘dokter’, walaupun aq tak pernah
merasakan bangku kuliah di kedoktoeran, tapi karena kemampuanku untuk
mengobati sebagai penyakit baik penyakit medis maupun non medis, mereka
sering datang ke kantorku untuk berkonsultasi.
Pada suatu hari telpon di kantorku berdering. Saat kucapkan, ‘Hallo’ terdengar suara merdu dari seberang sana.
“Selamat siang, bisa bicara dengan Pak Andi?”
“Ya, saya sendiri, dengan siapa saya bicara?”
“Oh, ini Pak Andi? Pak, ini Vania dari toko xxx ” Aq hanya mengiyakan, aq tau itu adalah sebuah toko handphone di mall ini.
Aq mengira dia pasti akan membicarakan masalah operasional, atau
komplain tentang pengelolaan gedung ini. Ternyata dugaanku meleset.
“Ada yang bisa saya bantu Bu Vania?” Aq biasa memanggil semua orang
dengan sebutan Bu, baik masih muda ataupun sudah berumur, sekedar untuk
formalitas.
“Saya dengar-dengar cerita tentang Bapak, saya ingin bertemu dengan Bapak, kapan Bapak ada waktu?”
“Saya selalu ada waktu Bu, silakan datang kapan saja Anda suka.”
15 menit kemudian, gadis muda berusia 22 taun ini telah ada didepanku
dan menceritakan segala keluhannya. Dia merasa tidak PD dan minder
dengan penampilannya, padahal menurutku dia sudah dalam segala hal, dari
wajahnya yang cantik, ukuran tubuhnya sangat proporsional, kulitnya
yang kuning langsat tanpa noda, hanya saja dadanya kecil, tapi paVig
tidak nilai totalnya 8 (menurutku).
“Apa yang membuat Ibu berpikir demikian? Saya rasa Ibu sudah memiliki
segalanya. Saya yang gemuk gini aja PD kok” Dia tersipu sambil berbisik,
“Maaf Pak, tolong jangan panggil saya Ibu, saya masih single, panggil saya Vania.” Aq mengangguk.
”Dan jangan panggil aq Pak, panggil aja Andi.” Dia mengangguk.
“Dan.., kamu bisa menyimpan rahasia ngga Andi?” Aq memastikan hal itu
kepadanya. Kemudian dia menceritakan, bahwa dia minder dengan dadanya
yang berukuran hanya 34A.
Aq cukup kaget, karena sebelumnya aq tidak pernah menjumpai “pasien” yang mempunyai keluhan seperti ini.
“Vania, jujur saja aq baru pertama kali menghadapi keluhan seperti ini.
Kamu pasti tau kan, kalau selama ini aq hanya menangani pasien pasien
dengan keluhan yang ‘lumrah’, Aq ngga tau bisa berhasil atau tidak.
Lagipula aq punya istri, gimana aq harus menjelaskan ke istriku?” Vania
mengangguk dan tersenyum,
“Aq tidak akan menceritakannya kepada siapapun, aq juga malu kalau
sampai orang tau. Dan aq harap kamu mau mencobanya dulu, kita ngga tau
hasilnya kalau belum mencoba dulu kan?” Aq berpikir keras sebelum aq
menyanggupinya.
Vania tersenyum dan memberikan kartunamanya kepadaku.
“Aq tunggu kamu di rumahku malam ini jam delapan.”
Jam delapan lewat lima menit aq sudah berada di rumah Vania. Rumahnya tidak begitu besar tapi terasa nyaman dan sejuk.
“Kamu tinggal sendiri di sini?” tanyaku.
“Ngga, sama temen-temen, tapi pada punya acara sendiri-sendiri ama
pacarnya. Makanya aq nyuruh kamu datangnya hari ini, biar dirumah ngga
ada orang. Yuk cepetan, nanti keburu temen-temen pulang” Aq mengangguk
dan mengikuti Vania yang melangkah ke kamarnya.
Kamarnya didominasi warna pink muda, dingin hembusan angin dari AC
terasa di kulitku, membuatku merinding. Dengan malu-malu Vania membuka
kaos dan branya, dan aq menyuruhnya tidur terlentang. Sejenak aq agak
grogi karena baru pertama kali melihat tubuh wanita selain istiku
setengah telanjang, tapi bagaimanapun aq harus melaksanakan kewajibanku.
Aq mulai terapi dengan memijit titik-titik darah yang berada di pundak
dan dada atasnya. Setelah kurasa darahnya telah mengalir lancar, aq
mulai memijit toketnya dengan pijitan yang lembut.
Toketnya kecil tetapi terasa kencang. Vania memejamkan matanya dan
sesekali mengeluarkan lenguhan dan erangan saat tanganku menyentuh
putingnya yang berwarna coklat muda itu. Tak kusadari, adikku mulai
berdiri. Bagaimanapun juga, aq sebagai manusia normal tetap bisa
terangsang, apalagi berada dalam satu ruangan dengan wanita muda yang
cantik setengah telanjang dan aq sedang memijit toketnya.
“Andi.., jangan disitu terus dong mijitnya, geli..” Aq terkejut, tanpa
kusadari pijitanku lebih sering berada di daerah sekitar putingnya.
“Ha? ehm.. iya.. maaf.” Vania mungkin melihat wajahku yang memerah, dia tertawa dan berkata,
“hi..hi..hi.., kenapa? Kamu terangsang ya..? Ngga pa pa deh, aq juga
suka kok.. Cuma agak geli aja..” kata-katanya membuatku semakin gugup.
“eh.. kayaknya hari ini cukup dulu deh Vi, mungkin besok bisa diterusin..” jawabku. Vania semakin ngakak,
“Andi.. kamu kok lugu banget sih? Nggak pa pa.. terusin aja.. Kenapa? takut ketauan istri kamu ya?”
Vania merengkuhku dalam pelukannya dan mencium bibirku dengan lembut. Aq
terhenyak, tapi dia kembali menarikku dan memagut bibirku dengan penuh
nafsu. Dalam kebingunganku dia berbisik,
“Andi.., sudah lama aq menantikan hal ini.., begitu lama aq
memendamnya.., aq sayang kamu Andi.. Bercintalah denganku Andi..” Aq
cuma bisa duduk diam kayak orang bego.
“Aq pikir kamu salah orang Vi.. Kalau kamu pikir aq bisa membuat kamu
bahagia, kamu bener-bener salah.. Aq gemuk, eemm.. barangku kecil..
terus.. ekonomiku pas-pasan, dan yang terutama, aq sudah punya istri dan
anak.. Kamu becanda.. Kamu pasti becanda kan?” tanyaku tak percaya.
Vania tersenyum manis dan berkata,
“Ndi, biar kujelaskan dulu.., dari dulu aq memang suka dengan pria yang
bertubuh gemuk. Aq ngga peduli barangmu kecil atau apa.. kamu lihat juga
dong, susuku kan kecil juga. Aq rela jadi istrimu yang kedua, dan
lagian aq kan kerja juga, jadi kamu ngga usah bingung masalah
perekonomian..” Jelasnya panjang lebar.
Vania menatap mataku dalam-dalam, seakan ingin menunjukkan ketulusan
hatinya. Kupeluk dia erat-erat, Vania menciumi seluruh wajahku, dan
kubalas ciumannya dengan tak kalah bernafsu.
Vania membuka satu persatu kancing kemejaku lalu tangannya membelai dada
dan perutku dengan lembut. Kurasakan bulu ?bulu halus di sekujur
tubuhku berdiri. Sentuhan tangannya begitu lembut. Vania tidak berhenti,
dia memelorotkan celana panjang dan celana dalamku, lalu dengan sigap
dia memegang adikku yang sudah berdiri tegak. Barangku memang tidak
panjang, bahkan bisa dikatakan ukuran mini.
Vania mulai mengelus-elus adikku dan mengocoknya dengan lembut.
Jari-jarinya yang lentik terasa dingin saat menyentuh batang kemaluanku.
Aq tak mau kalah, kulepaskan celana pendek yang dia kenakan, dan
terlihat dia memakai CD semi transparant sehingga terbayang rerimbunan
bulu-bulu yang tidak begitu lebat. Kuelus bukit kemaluannya dari luar CD
yang ia kenakan, Vania melenguh,
“ooogghhhhh.. Andi.., aq milikmu..” Aq hisap puting susunya yang telah
mengeras, lalu aq mainkan dengan lidahku, kupuntir-puntir dengan bibirku
sementara tangan kiriku meremas-remas toketnya yang satu lagi, dan
tangan kananku menyelusup masuk di balik CDnya dan membelai bukit
kemaluannya. Perlahan kubuka belahan memeknya, terasa sekali memeknya
telah basah oleh cairan yang keluar terus menerus dari memeknya.
Kumainkan kelentitnya dengan jari tengahku, Vania mengerang dengan sangat keras, merasakan kenikmatan yang dia terima saat ini.
“ooogghhh..ooohhh.. aaahhhh teruuss Dee, teruuss.. ooohhhhh..” Aq terus
memainkan kelentitnya sambil terus menyusu padanya, sementara tangannya
masih terus mengocok-ngocok kemaluanku dengan lembut, dan sesekali
pegangannya agak mengencang, apabila dia merasakan kenikmatan.
Aq tak sabar lagi, jari tengahku aq masukkan sedikit demi sedikit ke
dalam lubang memeknya, spontan dia berteriak dan menarik tubuhnya,
“jangan..”
Aq memandangnya dengan perasaan heran, kemudian dia berbisik di telingaku,
“I’m still virgin.., aq ngga mau perawanku hilang oleh jari, aq ingin
dengan ini,” katanya sambil mengelus kemaluanku.” Lagi-lagi aq terkejut.
Aq tidak menyangka masih ada gadis sekarang yang bisa menjaga
keperawanannya sampai usia yang cukup matang. Dan lagi-lagi kebimbangan
hadir dalam pikiranku, masa aq harus memerawaninya?
“Vi, kamu masih perawan?” tanyaku tak percaya. Dia mengangguk.
“Aq ingin memberikan mahkotaku ini kepada orang yang ku cintai. Aq sudah
bilang, aq rela menjadi istri kedua. Toh nanti pada akhirnya aq akan
memberikannya padamu juga, jadi untuk apa kita tunggu lama-lama?” Vania
mengatakan hal ini dengan mantap.
Sejenak kemudian dia merebahkan dirinya diatas kasur sambil mengangkangkan kakinya lebar-lebar.
“Aq siap untuk menerimamu sayang..” Setelah ia mengatakan ini, aq langsung berlutut di depannya dan kupeluk dia erat-erat.
Dia menciumi wajahku dan aq memulai mneggesek-gesekkan batang kemaluanku
di lipatan memeknya. Terasa sekali banyaknya cairan yang keluar dari
liang kewanitaannya.
Perlahan-lahan kutusukkan k0ntolku ke memeknya, Vania memejamkan mata
sambil menggigit bibir bawahnya. Sedikit-sedikit kudorong k0ntolku, dan
kurasakan ada yang sedikit mengganjal, lalu kudorong sekuat tenaga,
bleess..
“Eeeggghhhh..ooouugghhh..” Vania menjerit tertahan, dan terasa ada
cairan hangat yang membasahi k0ntolku, mengalir keluar ke pangkal
pahaku.
Lalu aq perlahan mulai menggoyangkan pantatku maju mundur dan terasa
jepitan memek Vania di k0ntolku. Vania mulai merasakan nikmat, terlihat
dari nafasnya yang memburu dan desahan-desahannya yang membuat suasana
bertambah merangsang.
“mmpphh..mmpphh..oooghhh..ooghhhh.. Andio.. teruuss.. aauughhhh..
“Aduh.. Pelan dikit Andi.. “
“Vania.. oooghhhh.. nikmat banget sayang.. oouuh.. goyangin pantatnya Vi..”
“Ooouuhh.. aq ngga tahan Andi.. enak banget.. terus.. aahh.. uuhh.. aq.. aq.. ngga tahan lagi.. aahh..Andi..”
“Jangan ditahan Vi.., keluarin aja.. “
“Andi.. Auuhh.. aq sayang kamu Andio..”
serrr..serrr..serrrrr.. terasa hangat di k0ntolku saat Vania mengalami orgasme.
Aq tetap menggoyangkan pantatku maju mundur semakin cepat sehingga
mengeluarkan bunyi-bunyian akibat gesekan k0ntolku dengan memek Vania.
Crekk..crekk..crekk..clokk.. crekkk..
Vania terkulai lamas merasakan kenikmatan yang baru saja dia dapatkan, aq pun merasa akan mencapai klimaks,
“Vi, aq.. mau.. keluaarr..”
“iyaa.. Keluarin aja.. di daleem..” beberapa detik kemudian, aq memuncratkan seluruh energiku di dalam memeknya
croott..croott.. croott.. croott.. Beberapa kali pejuhku menyemprot di dalam memek Vania.
Aq merebahkan diri di samping Vania, dan sepintas kulihat pejuhku
bercampur darah perawan Vania mengalir keluar dari memek Vania. Kulihat
wajah Vania begitu damai dengan nafas yang masih agak memburu. Beberapa
saat kemudian Vania membuka matanya dan tersenyum kepadaku, sambil
memelukku ia berkata,
“Andi, jangan tinggalkan aq yah.. Aq sayang banget sama kamu..” Aq hanya
mengangguk pelan, walau di hatiku masih terdapat kebimbangan.
Sampai aq menulis cerita ini hubunganku dengan Vania masih tetap berjalan tanpa ada orang yang mengetauinya.
Istriku sempat curiga denganku, tetapi setelah kujelaskan bahwa Vania
adalah rekan kerja, dia percaya dan tidak pernah lagi menanyakan hal ini
lagi
0 komentar:
Posting Komentar